Anak Yatim berhati mulia
Sesudah jum’atan aku masih duduk di teras masjid disalah
satu kompleks sekolah. Masjid sudah sepi, jamaah sholat jum’at sudah bubar
dengan kesibukanya masing-masing.
Tiba-tiba ada seorang nenek yag menghampiriku, menawarkan dagangannya,
yaitu berbagai kue tradisional. Awalnya aku tidak berminat membeli kue
tradisional yang dijual Lima Ribu Rupiah per bunngkus ini, tetapi karena aku
kasihan, akhirnya aku membeli satu bungkus.
Nenek tua itu terlihat sangat letih saat ku lihat dia duduk
di teras masjid yang tak jauh dariku, dan kulihat kue tradisional dagangannya
masih banyak yang belum terjual. Tak lama kemudian, datang seorang anak lelaki
dari kompleks sekolah itu datang menghampiri si nenek penjual kue tadi.
Dan dialog antara nenek dengan anak itu terdengar jelas dari
tempatku duduk
“Berapa harga kue ini nek?” tanya anak itu
“Satu bungkus Lima Ribu, nak” jawab nenek itu
Anak itupun lalu mengeluarkan uang dengan nominal Lima Puluh
Ribuan dari sakunya seraya berkata:
“Saya beli 10 bungkus nek, ini uangnya. Tapi kuenya untuk
nenek aja, kan lumayan bisa dijual lagi” kata anak itu sembari menyodorkan uang
kepada nenek itu
“Ya Allah, terima kasih ya nak.” Jawab nenek tersebut dengan
terharu karena bahagia
Refleks aku memanggil anak lelaki yang masih memakai seragam
sekolah itu
“Siapa namamu? Kamu kelas berapa?” tanyaku
“saya Radit, kelas 2 SD,pak” jawab anak itu
“Uang jajanmu sehari Lima Puluh Ribu?” tanyaku penasaran
“Oh tidak, pak. Saya dikasih uang jajan sama papa saya
Sepuluh Ribu sehari. Tapi saya tidak pernah jajan, karena saya sudah membawa
bekal makanan dari rumah” jawab anak itu
“Jadi yang kamu kasih ke nenek tadi itu tabungan uang
jajanmu sejak hari senin?” tanyaku yang semakin penasaran
“Betul, pak. Jadi setiap jum’at saya bisa bersedekah Lima
Puluh Ribu. Dan setelah itu saya selalu berdo’a kepada Allah agar Allah
memberikan pahala sedekah saya untuk ibu saya yang telah meninggal. Saya pernah
mendengarkan ceramah ada seorang ibu yang Allah ampuni dan diselamatkan dari
api neraka karena anaknya bersedekah sepotong roti, pak” jawab anak itu
“Sejak kapan ibumu meninggal, Radit?” tanyaku seraya
memegang bahunya
“Sejak saya masih TK, pak” jawab anak itu
Masyaa Allah, tak terasa air mataku menetes
“Hatimu jauh lebih mulia dariku, nak. Ini aku ganti uangmu
Lima Puluh Ribumu yang tadi..” kataku seraya menyodorkan uang seratus ribuan ke
tangannya
Namun, dengan sopan ia menolaknya
“Terima Kasih banyak, pak. Tapi uang ini lebih baik untuk
keperluan bapak saja, saya masih anak kecil tidak punya tanggungan. Tapi bapak
punya keluarga. Saya mohon izin balik ke kelas dulu, pak” Radit pamit sembari
menyalami tanganku
“semoga Allah menjagamu nak...” kataku lirih
Akupun beranjak pergi, tak jauh dari situ, kulihat nenek
penjual kue tadi memasuki sebuah Apotek. Aku bergegas menyusulnya. Ternyata
nenek itu sedang membeli obat untuk cucunya yang sedang sakit.
Kulihat nenek tersebut akan membayar obat yang dibelinya,
namun aku menahannya dan menyerahkan uang seratus ribu yang ditolak Radit
kepada Apoteker sembari berkata : “ini saya yang bayar, kembaliannya tolong
berikan kepada nenek ini”
“ Ya Allah, pak...” belum sempat nenek itu mengucapkan
Terima Kasih, aku sudah pamit dan segera meniggalkan Apotek tersebut.
“Ada kalanya seorang anak kecil lebih jujur daripada orang dewasa, kadang kala seorang anak kecil memiliki pemikiran yang lebih dewasa dari kita. Ajarkanlah anak-anak kita sejak dini melalui tindakan nyata, bukan teori semata”
Komentar
Posting Komentar